Pada pertemuan lalu, kita sudah memulai pembahasan tentang beberapa kondisi yang mendapat penekanan khusus dari agama, agar seorang hamba mengucapkan kalimat tahmid pada saat itu. Berikut kelanjutannya:
2. Ketika shalat, terutama saat i’tidal (berdiri setelah ruku’ sebelum sujud).
Banyak redaksi hamdalah untuk momen ini, di antaranya:
a. Robbanâ wa lakal hamdu hamdan katsîron thoyyiban mubârokan fîhi.
Dalilnya: hadits yang dituturkan Rifa’ah bin Rafi’ az-Zuraqy radhiyallahu’anhu,
كُنَّا يَوْمًا نُصَلِّي وَرَاءَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ الرَّكْعَةِ قَالَ: “سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ”. قَالَ رَجُلٌ وَرَاءَهُ: “رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ”. فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ: “مَنْ الْمُتَكَلِّمُ؟”، قَالَ: “أَنَا”، قَالَ: “رَأَيْتُ بِضْعَةً وَثَلَاثِينَ مَلَكًا يَبْتَدِرُونَهَا أَيُّهُمْ يَكْتُبُهَا أَوَّلُ”.
“Suatu hari kami shalat di belakang Nabi shallallahu’alaihiwasallam. Saat mengangkat kepalanya setelah ruku’, beliau membaca, “Sami’allôhu liman hamidah (Allah mendengar siapa yang memuji-Nya)”.
Seorang makmum menimpali, “Robbanâ wa lakal hamdu hamdan katsîron thoyyiban mubârokan fîhi (Rabb kami, milik-Mu lah segala pujian yang banyak, baik dan diberkahi)”.[1]
Selesai shalat beliau bersabda, “Siapakah yang mengucapkan bacaan tadi?”.
Laki-laki tadi menjawab, “Saya”.
Beliau menjelaskan, “Aku melihat lebih dari tiga puluh malaikat berlomba siapakah yang menulisnya pertama kali”. HR. Bukhari.
b. Allôhumma robbanâ lakal hamdu mil’as samâwâti wa mil’al ardhi, wa mil’a mâ syi’ta min syai’in ba’du.
Dalilnya: hadits yang disampaikan Ibnu Abi Aufa radhiyallahu’anhu,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَفَعَ ظَهْرَهُ مِنْ الرُّكُوعِ قَالَ: “سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، اللَّهُمَّ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ مِلْءَ السَّمَاوَاتِ وَمِلْءَ الْأَرْضِ وَمِلْءَ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ”.
“Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam jika mengangkat punggungnya saat bangkit dari ruku’, beliau membaca: “Sami’allôhu liman hamidah. Allôhumma robbanâ lakal hamdu mil’as samâwâti wa mil’al ardhi wa mil’a mâ syi’ta min syai’in ba’du (Allah mendengar siapa yang memuji-Nya. Ya Allah, Rabb kami, punya-Mu lah segala pujian seluas langit dan bumi serta seluas apapun selainnya sesuai kehendak-Mu)”. HR. Muslim.
Dan masih ada redaksi lain yang berlandaskan hadits sahih[2].
Bersambung insyaAllah…
@ Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 8 Jumadal Ula 1435 / 10 Maret 2014
* Diringkas dan diterjemahkan dengan bebas oleh Abdullah Zaen, Lc., MA dari kitab Fiqh al-Ad’iyyah wa al-Adzkâr karya Syaikh Prof. Dr. Abdurrazzaq al-Badr (I/238-239).
[1] Makmum juga tetap mengucapkan “Sami’allahu liman hamidah” saat bangkit dari ruku’, sebelum membaca “Rabbanâ wa lakal hamdu..”. Keterangan lebih lanjut bisa dibaca di al-Mausû’ah al-Fiqhiyyah al-Muyassarah karya Husain al-‘Awayisyah (II/56-59).
[2] Lihat antara lain dalam: Shifat Shalat Nabi shallallahu’alihiwasallam min at-Takbîr ila at-Taslîm Ka’annaka Tarâha karya Syaikh al-Albany (hal. 136-138).